Breaking News

Pulau Seprapat, Tapak Tilas Majapahit dan Pesugihan Monyet


Pulau Seprapat merupakan sebuah pulau kecil yang terletak di ujung muara sungai Silunggonggo, Desa Bendar, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Luas pulau ini sekitar 6500 meter persegi.

Pulau Seprapat berasal dari bahasa Jawa yang artinya seperempat. Menurut cerita dari masyarakat, dahulu kala ada seorang petapa yang kaya raya dari Kerajaan Majapahit bernama Dampo Awang meninggalkan seperempat hartanya di pulau ini, hal tersebut yang menjadi dasar dan penamaan dari Pulau Seprapat atau seperempat.

Pulau Seprapat memiliki kekayaan alam yang begitu unik dan menarik. Pemandangan di pulau ini sangat indah dan bernuansa alami. Di pulau ini terdapat tumbuh-tumbuhan langka, seperti mangrove atau tanaman bakau, pohon tua yang telah berusia ratusan hingga ribuan tahun, dan beberapa satwa liar, salah satunya adalah kera. Namun kera ini bukan kera sembarangan, kera yang tinggal di Pulau Seprapat merupakan peliharaan para resi majapahit yang bertapa di pulau tersebut.

Selain dikenal karena keindahan alamnya, Pulau Seprapat juga memiliki sisi mistik dan meyimpan misteri kehidupan. 


Menurut cerita dari masyarakat sekitar, Pulau Seprapat merupakan tempat persinggahan para bangsawan Majapahit di masa lalu. Pada zaman dahulu, tempat ini sering dijadikan sebagai tempat bertapa, beristirahat, serta tirakat para resi dan adipati dari kerajaan Majapahit. Di pulau ini juga terdapat beberapa makam, salah satunya adalah makam seorang petapa yang sakti mandraguna bernama Syekh Datuk Lodang Wali Joko.

Setelah melakukan tapa mutih, para resi dan adipati dari Majapahit biasanya memberi makan beberapa satwa yang terdapat di pulau tersebut. Salah satu satwa yang masih tersisa hingga saat ini adalah kera. Kera tersebut bukan kera biasa, melainkan jelmaan dari siluman monyet penunggu pulau. Selama ribuan tahun, siluman monyet telah berenkarnasi dan berevolusi menjadi beberapa kera di Pulau Seprapat. 

Dikarenakan sejarah Pulau Seprapat yang pernah dijadikan sebagai tempat bertapa atau tapak tilas Majapahit, serta kabar tentang adanya sosok siluman monyet, tempat ini berubah menjadi salah satu tujuan para manusia sesat. Pulau ini seringkali dijadikan sebagai tempat penyupangan untuk mencari jalan keluar dari segala macam masalah kehidupan, dari mulai masalah rezeki, jodoh, balas dendam,  hingga kesaktian. 

Pulau Seprapat kerap kali dijadikan sebagai tempat ritual pesugihan di tanah Jawa. Konon Pesugihan tersebut dikenal oleh masyarakat dengan sebutan Pesugihan Siluman Monyet. Pesugihan tersebut katanya bisa memberikan kekayaan secara instan.


Menurut juru kunci pulau, seseorang yang berniat atau bermaksud ingin melakukan ritual pesugihan, maka harus menyerahkan tumbal atau wadal untuk siluman monyet penunggu pulau. Tumbal atau wadal tersebut berupa manusia, bisa anggota keluarga, anak, istri atau orang lain untuk dijadikan budak para penghuni gaib di Pulau Seprapat.

Berdasarkan cerita yang melegenda di masyarakat, jika para pelaku pesugihan telah meninggal, maka akan dijadikan budak para mahluk gaib (siluman monyet) penunggu Pulau. Para pelaku pesugihan tersebut akan berenkarnasi dan menjelma menjadi seekor kera yang akan mendiami Pulau Seprapat sampai hari kiamat tiba. 

Meskipun para pelaku pesugihan telah mati, namun sejatinya mereka tetap hidup dan berada di dimensi lain. Dimensi tersebut mirip dengan Black Hole atau Lubang Hitam di alam semesta. Siapapun yang telah masuk ke dalamnya maka akan tersedot dan terlempar jauh ke dimensi alam bawah sadar dalam balutan kegelapan alam jin. 

Walaupun demikian, terkadang ada diantara pelaku yang baru berniat dan bermaksud melakukan pesugihan namun berubah pikiran dan mengurungkan niatnya. 

Menurut cerita dari mereka yang mengurungkan niatnya, sesaat setelah mereka berada di Pulau Seprapat, mereka di datangi arwah Datuk Lodang sang petapa sakti dan beberapa arwah yang mengenakan pakaian Jawa kuno lengkap dengan keris di belakang punggungnya. 

Ada sebagian yang menduga bahwa arwah tersebut merupakan arwah para resi dan adipati Majapahit yang masih tinggal di pulau tersebut. Para arwah tersebut memberikan nasehat agar mengurungkan niatnya untuk melakukan pesugihan di pulau tersebut, dan menyuruh para pelaku untuk kembali ke jalan Tuhan yang di ridhoi. Kedatangan arwah itu membuat para pelaku merasa mengantuk , dan ketika para pelaku tertidur, arwah-arwah tersebut hadir dalam mimpi dan memberikan wejangan, hingga para pelaku berubah pikiran.

Bahkan di pulau ini juga dijadikan sebagai tempat mempraktekkan ajaran Bid’ah, seperti Lelakon Wiridan Khodam, Lelakon Ireng, Tapa Mati Geni, Ngalap Berkah, Sedeqo Laut, Sedeqo Bumi, Tahlilan, Pembacaan Maulid Berjanji, Manaqib, Ngarwah, Khaul, Nyewu, Tawasulan, Pembakaran Kemenyan dan Sajen, serta Berdoa dan meminta Hajat ke beberapa makam yang ada di Pulau Seprapat. 

Mereka berkeyakinan jika melakukan hal yang demikian, maka seluruh arwah orang yang telah meninggal dan dikuburkan di pulau tersebut akan memberikan berkah dan keselamatan. Hal itu mencakup segala aspek kehidupan, dari mulai rezeki, jodoh, martabat, kehormatan hingga keselamatan di dunia.

Mungkin hanya itu, sedikit kisah tentang Pulau Seprapat Pati. Sebuah pulau yang dikenal indah, eksotis, bersejarah, dan memiliki sisi mistik yang beraura gaib dari dimensi alam lain. Sebuah pulau yang menjadi saksi bisu di masa lalu, serta tapak tilas dari tokoh-tokoh Majapahit yang telah lenyap di telan lubang hitam kehidupan.

Tidak ada komentar